االأِسْتِسْلامُ لِلَّهِ بِالتّوحيدد
al istislamu lillahi bit tauhid
و الأنقياد له بالطاعة
wal inqiyaadu lahu bit too’ah
و البراءة من الشرك و أهله
wal barooatu minasyirki wa ahlihi
Mari kita perjelas satu persatu definisi tersebut.
1. Berserah diri kepada Allah dengan cara hanya beribadah kepada-Nya dan tidak kepada selain-Nya.
Artinya kita benar-benar melakukan peribadatan dan segala bentuk penghambaan hanya kepada Allah.
“Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Qs. Al Ikhlas [112]: 1-4)
Sebagai contoh, sebagian besar dari saudara kita masih sulit
meninggalkan kepercayaan pada ramalan bintang (zodiak) dan penentuan
nasib baik dan buruk berdasarkan hal ini (artinya ia menggantungkan
urusannya dan pengharapannya pada sesuatu selain Allah). Padahal perkara
ghaib hanyalah Allah yang mengetahui dan hanya kepada Allah-lah
seseorang menggantungkan segala urusannya selain usaha yang
dilakukannya.
Akhirnya, dari perkara yang sulit ditinggalkan ini merambat ke
hal-hal lain yang juga merupakan bentuk-bentuk kesyirikan yang dapat
mengeluarkan seseorang dari Islam. Maka untuk poin pertama ini, kita
harus memperbaiki ilmu tentang tauhid. Dan janganlah merasa aman dan
merasa pintar sehingga mengatakan “Ah, bosan bahasannya tauhid terus.” Bukankah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
berdakwah di Mekah selama 13 tahun untuk menanamkan pondasi penting ini
kepada para sahabat? Begitu pentingnya tauhid, karena menjadi dasar
untuk peribadahan yang lain. Dan begitu pentingnya tauhid ini, agar
segala amal ibadah tercatat sebagai amalan ibadah dan tidak terhapus
begitu saja oleh kesyirikan.
Sebagai contoh pentingnya tauhid, tidak akan ada kemenangan besar dalam jihad fi sabilillah jika di dalamnya terdapat hal-hal yang merusak tauhid, seperti jimat, bergantung pada jin, aji tolak bala dan sebagainya.
2. Menundukkan ketaatan
Artinya, seorang muslim menundukkan segala bentuk ketaatan kepada
Allah dengan melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-Nya. Mungkin
kita tidak sadar, bahwa selama ini kita bukan taat kepada Allah dan
Rasul sebagaiman yang diperintahkan oleh syari’at. Bahkan kita terjatuh
pada perilaku orang-orang jahiliyyah yang lebih mengedepankan ketaatan
kepada tetua yang jika ditelusuri ternyata tidak mengajarkan hal-hal
yang sesuai dengan syari’at-Nya.
َاوَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُ وَإِلَى
الرَّسُولِ قَالُواْ حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ
كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ
“Apabila dikatakan kepada mereka: Marilah mengikuti apa yang
diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka menjawab: “Cukuplah untuk
kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah
mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?”
(Qs. Al Maaidah [5]: 104)
Sebagai contoh kecil, karena sudah dari kecil diajarkan merayakan
maulid nabi, isra mi’raj dan hari-hari besar yang bahkan dijadikan libur
nasional, maka kita menganggap bahwa kita harus tunduk dan ikut
merayakannya. Padahal jika benar kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
maka kita tunduk dan pasrah tidak merayakan hari-hari tersebut karena memang hari-hari tersebut tidak disyari’atkan (tidak diperintahkan) oleh Allah dan Rasul-Nya.
3. Berlepas diri dari syirik dan pelakunya
Jika seseorang berserah diri hanya kepada Allah dan tidak kepada yang
lain, maka ia akan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya. Karena
sungguh sia-sialah seluruh amalan seorang muslim jika ia melakukan
kesyirikan.
وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“…Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Al An’am [6]: 88}
Contoh dalam masalah ini adalah ucapan selamat natal kepada kaum
nasrani. Padahal jelas-jelas natal dirayakan oleh mereka dalam rangka
‘kelahiran’ yesus (yang dianggap tuhan). Maka jika kita memberi ucapan
selamat kepada mereka, ini dapat diartikan menyetujui hari tersebut dan
berarti mengakui adanya tuhan selain Allah.
Begitulah kesyirikan, kadang samar sekali tak terlihat secara
langsung, namun sungguh sangat membinasakan. Oleh sebab itulah, kaum
muslimin disarankan membaca do’a sebagai berikut agar segala bentuk
kesyirikan yang mungkin secara tidak sadar dilakukan, diampuni oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اللهمَّ إنّي أعوذُ بكَ أنْ أُشْركَ بكَ وَ انا أعْلمُ و أستغفرُك لما لا اعْلمُِ
Allahuma inni ‘a udzu bika an usyrika bika wa ana a’lamu wa astaghfiruka limaa laa a’ lam.
Allahuma inni ‘a udzu bika an usyrika bika wa ana a’lamu wa astaghfiruka limaa laa a’ lam.
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dari berbuat kesyirikan
kepadamu yang aku ketahui, dan aku memohon ampunanmu dari kesyirikan
yang aku tidak ketahui.” (HR. Ahmad)
Semoga menjadi pengenalan singkat tentang Islam yang bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Pustaka :
- Majalah Al Furqon edisi 5 tahun ke-8 1429/2008
- Syarah Tsalatsatul Ushul (terjemah) Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin, Pustaka Al Qowam cetakan ke-6 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar