Ramadhan
memang bulan yang penuh berkah. Di bulan ini banyak yang ingin
bertaubat dan memperbaiki diri, banyak yang ingin beribadah dengan
kusyu’, banyak yang ingin berbuat baik kepada yang lain, dan masih
banyak lagi ibadah yang lain. Subhanallah ! banyak perbuatan baik di
bulan ini.
Di antara amalan yang sangat menggembirakan di bulan ini adalah fenomana
dakwah islam. Dimana banyak sekali masjid – masjid atau majlis taklim
mengadakan pengajian atau sekedar kultum. Banyak pula para da’i baru
yang muncul di bulan ini dengan semangat ingin memberi manfaat kepada
saudaranya sesama muslim dengan sedikit nasihat. Suatu fenomena yang
patut disyukuri.
Namun karena ilmu yang kurang sepadan
dengan semangat, banyak para da’i dan penceramah yang jatuh pada
kesalahan. Di antara kesalahannya itu adalah penyebutan hadits dhaif (
lemah ) atau bahkan maudhu’ ( palsu ) dalam ceramah mereka. Mereka
sebutkan hadits lemah dan palsu tadi tanpa menyebutkan asal dan derajat
hadits.
Inilah beberapa hadits dha’if dan maudhu’
yang menyebar dikalangan masyarakat umum baik di masjid – masjid,
majlis taklim atau di tempat – tampat lainnya. Mungkin makna sebagian
hadits tidak bertentangan dengan syariat, tapi menisbatkan perkataan
tadi kepada Rasulullah tanpa menyebutkan status hadits, maka hal itu
adalah sangat terlarang sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama
hadits. Wallahu A’lam.
Inilah beberapa hadits dha’if yang ingin
kami jelaskan agar kaum Muslimin mewaspadainya, disebabkan hadits-hadits
tersebut banyak tersebar di bulan Ramadhan, dan dikarenakan
penisbatannya/penyandarannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, padahal hadits teresbut Dha’if (lemah) atau bahkan Maudhu’ (palsu). Hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Hadits:
( اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان )
”Ya Allah berkahilah untuk kami bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar
dan ath-Thabrani dan di dalam sanadnya ada Zaidah nin Abi ar-Ruqqaad.
Al-Bukhari berkata tentang perawi tersebut:”Munkarul hadits (haditsnya Munkar).” Dan Imam an-Nasaa’i dan Ibnu Hibban rahimahumallah men-dha’if-kannya. Dan Ibnu Hajjar rahimahullah telah menjelaskan kebatilannya pada kitab beliau “Tabyiinul ‘Ujbi Bi Maa Warada Fii Rajab”
Kedua, Hadits:
( اللهم أهله علينا بالأمن والإيمان والسلامة والإسلام ) رواه الترمذي 3447 وضعفه
”Ya Allah, munculkanlah Hilal
(awal bulan) ini kepada kami dengan penuh keamanan, dan keimanan,
keselamatan dan Islam." (HR. al-Tirmidzi dan beliau menyatakannya
dha’if)
Di dalam sanadnya ada Sulaiman bin Suyan, dan dia dha’if. Al-Haitsami rahimahullah berkata:”Di dalam sanadnya diriwayat Imam ath-Thabrani ada ‘Utsman bin Ibrahim al-Hathibi dan ia adalah seorang yang dha’if.” Ibnul Qayyim rahimahullah berata:”Di dalam sanad-sanad dari jalur-jalur hadits ini ada kelemahan.” Dan beliau melanjutkan:”dan
disebutkan dari Abu Dawud dalam sebagian naskahnya bahwasanya dia
berkata:’Dalam bab ini tidak ada hadits yang bersanad (bersambung
sanadnya)”
Ketiga, Hadits:
أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك شهر فيه ليلة خير من ألف شهر جعل
الله صيامه فريضة و قيام ليله تطوعا من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن
أدى فريضة فيما سواه و من أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه
وهو شهر الصبر و الصبر ثوابه الجنة و شهر المواساة و شهر يزداد فيه رزق
المؤمن من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه و عتق رقبته من النار و كان له
مثل أجره منغير أن ينتقص من أجره شيء قالوا ليس كلنا نجد ما يفطر الصائم
فقال : يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على تمرة أو شربة ماء أو مذقة
لبن و هو شهر أوله رحمة و أوسطه مغفرة و آخره عتق من النار من خفف عن
مملوكه غفر الله له و أعتقه من النار و استكثروا فيه من أربع خصال : خصلتين
ترضون بهما ربكم و خصلتين لا غنى بكم عنهما فأما الخصلتان اللتان ترضون
بهما ربكم فشهادة أن لا إله إلا الله و تستغفرونه و أما اللتان لا غنى بكم
عنهما فتسألون الله الجنة و تعوذون به من النار و من أشبع فيه صائما سقاه
الله من حوضي شربة لا يظمأ حتى يدخل الجنة
”Wahai manusia, sungguh telah menaungi
bulan yang agung, bulan yang diberkahi, bulan yang di dalamnya terdapat
satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang mana Allah
jadikan puasa di siang harinya sebagai fardhu (kewajiban), dan shalat
(tarawih) di malamnya sebagai sunah. Barang siapa mendekatkan diri
kepada Allah di bulan ini dengan satu kebaikan (amalan sunnah), maka
pahalanya seperti dia melakukan amalan fardhu di bulan-bulan yang lain.
Barangsiapa melakukan amalan fardhu di bulan ini, maka pahalanya seperti
pahala melakukan 70 amalan fardhu di bulan lainnya. dan ia adalah bulan
kesabaran dan balasan atas kesabaran adalah surga, bulan ini merupakan
bulan kedermawanan dan bulan dimana rizki orang-orang yang beriman
bertambah. Barang siapa memberi makan (untuk berbuka) orang yang
berpuasa maka baginya pengampunan atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari
api neraka dan dia mendapatkan pahala yang sama sebagaimana yang
berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa."
Mereka (para sahabat) berkata:“ Wahai Rasulullah, tidak setiap kami mempunyai sesuatu untuk dihidangkan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka.”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:“Allah
akan memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka puasa walaupun
dengan sebiji kurma, atau seteguk air, atau setetes susu.”
Inilah bulan yang permulaannya (sepuluh
hari pertama) Allah menurunkan rahmat, yang pertengahannya (sepuluh hari
pertengahan) Allah memberikan ampunan, dan yang terakhirnya (sepuluh
hari terakhir) Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka.
Barangsiapa yang meringankan hamba sahayanya di bulan ini, maka Allah
SWT akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Dan
perbanyaklah melakukan empat hal di bulan ini, yang dua hal dapat
mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan yang dua hal kamu pasti
membutuhkannya. Dua hal yang mendatangkan keridhaan Allah yaitu syahadah
(Laailaaha illallaah) dan beristighfar kepada Allah, dan dua hal yang
pasti kalian membutuhkannya yaitu kalian memohon Surga kepada-Nya dan
kalian berlindung kepada-Nya dari api neraka. Dan barang siapa yang di
dalamnya membuat kenyang orang yang berpuasa (ketika berbuka), maka
Allah akan memberinya minum dari telagaku (Haudh), yang sekali minum
(darinya), seseorang tidak akan merasakan haus sehingga ia memasuki
surga.“
Ini adalah hadits yang dikenal dengan hadits Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu.
Namun sayang sekali, kita sering mendengar banyak dari kalangan khatib
ataupun penceramah yang mengisi khutbah dan ceramahnya dengan mensyarah
(menjelaskan) hadits ini, padahal hadits ini adalah bathil.
Dan di dalam sanadnya ada ‘Ali bin Zaid
bin Jad’an dan ia adalah seorang perawi yang dha’if. Dan Sa’id bin
al-Musayyib tidak mendengar darinya. Dan di dalam sanadnya ada kerancuan
dan di dalam matannya ada keanehan.
Hadits ini dinyatakan dha’if jiddan (lemah sekali) atau munkar oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah dan Dha’if at-Targhib wat-Tarhib. Dr. al-A’zhami berkata:”Sanadnya dha’if, ‘Ali bin Zaid bin Jad’an adalah seorang yang dha’if.”
Catatan Yang Perlu Diperhatikan:
Sekalipun hadits ini dha’if secara sanad, bukan berarti seluruh isi
dalam hadits ini salah. Karena beberapa point yang terkandung dalam
hadits ini telah disebutkan dalam hadits-hadits shahih yang lain,
seperti bulan Ramadhan adalah bulan yang diberkahi (penuh berkah), di
dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan
puasa di dalamnya sebagai sebuah kewajiban dan lain-lain. Wallahu A’lam.
Keempat, Hadits:
- ( لو يعلم العباد ما في رمضان لتمنت أمتي أن يكون رمضان السنة كلها )
رواه أبو يعلى 9/180 وقال : في سنده جرير بن أيوب ضعيف . وأخرجه ابن خزيمة
1886 وقال : إن صح الخبر .
” Seandainya hamba-hamba (Allah)
mengetahui apa (keutamaan) yang ada pada bulan Ramadhan, niscaya umatku
akan berangan-angan agar satu tahun itu adalah bulan Ramadhan
seluruhnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la Al-Mushili di dalam Musnadnya [9/180] dan dia berkata:”Di dalam sanadnya ada Jarir bin Ayyub, ia seorang yang dha’if.” dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [1886], dan beliau berkata:”Jika kahabar/hadits ini shahih”
Badruddun al-‘Aini rahimahullah
mengatakan bahwa hadits ini munkar karena di dalam sanadnya ada Jarir
bin Ayyub, dan ia biasa memalsukan hadits, sebagaimana perkataan Imam
Waki’. Sedangkan Imam al-Bukhari dan Imam Abu Zur’ah mengatakan bahwa
Jarir bin Ayyub adalah Munkarul Hadits (Haditsnya Munkar)
Kelima, Hadits:
( صوموا تصحوا ) أخرجه أحمد 2/380 والطبراني وأبو نعيم والحاكم ، وهو حديث ضعيف .
” Berpuasalah kalian niscaya kalain akan sehat.”
Hadits in diriwayatkan oleh Imam Ahmad 2/380, Imam ath-Thabrani, Abu Nu’aim dan al-Hakim. Dan ia adalah hadits Dha’if.
Hadits tersebut merupakan potongan dari
hadits riwayat Ibnu Adi di dalam al-Kamil (7/2521) dari jalan Nahsyal
bin Said, dari ad-Dhahhak, dari Ibnu Abbas.
Nahsyal itu matruk ( haditnya tidak dipakai ) dan sering berdusta, sedang Ad-Dhahhaak tidak mendengar dari Ibnu Abbas.
Dan diriwayatkan oleh at-Thabrani di
dalam al-Ausath (1/Q, 69/ al-Majma’ul Bahrain) dan Abu Na’im di dalam
ath-Thibbun Nabawi, dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud, dari
Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih, dari Abi Hurairah.
Sanadnya juga Dha’if karena terdapat rawi Zuhair bin Muhammad. Abu Hatim berkata tentangnya :“hafalannya
buruk, hadits – haditsnya di negeri Syam lebih mungkar dari hadits –
haditsnya yang di Iraq dikarenakan buruk hafalannya.” Al-‘Ijliy berkata : “Hadits – hadits yang diriwayatkan penduduk Syam dari dia ( Zuhair bin Muhammad ) tidak saya anggap.” Itulah yang terdapat pada Tahdzibul Kamal (9/417)
Kemudian Muhammad bin Sulaiman adalah orang syam, maka riwayat dia dari
Zuhair sebagaimana dijelaskan para ulama adalah mungkar. Dan hadits ini
termasuk darinya.
Catatan Yang Perlu Diperhatikan:
Memang benar puasa Ramadhan akan menjadikan seorang Muslim sehat. Namun
yang dipermasalahkan atau yang tidak diperbolehkan di sini adalah
menyandarkan dan menisbatkan ucapan di atas kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kelima, Hadits:
( إن الجنة لتزخرف وتنجد من الحول إلى الحول لدخول رمضان فتقول الحور العين
: يا رب ، اجعل لنا في هذا الشهر من عبادك أزواجًا ) رواه الطبراني في
الكبير والأوسط وفيه الوليد بن الوليد القلانسي ، وهو ضعيف .
” Sesungguhnya surga berhias dan semakin
tinggi dari tahun ke tahun karena masuknya bulan Ramadhan, lalu bidadari
yang bermata jeli berkata, “Wahai Tuhanku, jadikanlah untuk kami di
bulan ini pasangan-pasangan dari hamba-hamba-Mu
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Kabir dan Al Awsath,
dalam sanadnya terdapat Al Walid bin Al Walid Al Qalaansiy, ia adalah
dha’if.
Keenam, Hadits:
( نوم الصائم عبادة )
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.”
Hadits ini dibawakan oleh Imam
As-Suyuthiy dalam Al Jaami’ush Shaghir 9293, ia menisbatkannya kepada
Baihaqi dan mengisyaratkan dha’ifnya dari jalur ‘Abdullah bin Abi ‘Aufa.
Hadits ini didha’ifkan pula oleh Zainuddin Al ‘Iraaqiy, Baihaqi dan As
Suyuthiy. Lihat Al Firdaus 4/248 dan It-haafus Saadah 4/322.
Ketujuh, Hadits:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ
أَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ الله ُصِيَامَهُ فَرِيْضَةً وَقِيَامَ لَيْلَتِهِ
تَطَوُّعًا، مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ
أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ … وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ،
وَوَسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرَهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ …
“Wahai manusia sungguh telah datang pada
kalian bulan yang agung, bulan yang di dalamnya ada malam yang lebih
baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasanya sebagai kewajiban,
dan shalat malamnya sebagai sunnat. Barangsiapa mendekatkan diri di
dalamnya dengan suatu perkara kebaikan maka dia seperti orang yang
menunaikan suatu kewajiban pada bulan lainnya.. dialah bulan yang
awalnya itu rahmat, pertengahannya itu maghfirah/ampunan, dan akhirnya
itu ‘itqun minan naar/bebas dari neraka..” sampai selesai.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah juga, (no. 1887), dan Al-Muhamili di dalam Amali-nya (no 293)
dan Al-Ashbahani di dalam At-Targhib (Q/178, B/ manuskrip) dari jalan
Ali bin Zaid Jad’an dari Sa’id bin Al-Musayyib dari Salman.
Hadits ini DHAIF (LEMAH) karena kelemahan Ali bin Zaid.
Ibnu Sa’ad berkata tentangnya : “Padanya ada kelemahan dan jangan berhujjah dengannya”
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan : ” Dia tidak kuat”.
Ibnu Ma’in berkata, “Dia orang yang lemah.”
Ibnu Abi Khaitsamah berkata : ” Dia orang yang lemah di segala segi”
Dan Ibnu Khuzaimah berkata: “Jangan
berhujjah dengan hadits ini karena jelek hafalannya.” demikianlah di
dalam Tahdzibut Tahdzib (7/322-323).
Kedelapan, Hadits:
الصَّائِمُ فِي عِبَادَةٍ وَإِنْ كَانَ رَاقِدًا عَلَى فِرَاشِهِ
“Orang yang berpuasa adalah (tetap) di dalam ibadah meskipun dia terbaring (tidur) diatas tempat tidurnya”
Hadits ini sering kali kita dengar,
paling tidak, maknanya bahwa ada yang mengatakan tidurnya orang yang
berpuasa itu adalah ibadah sehingga kemudian ini dijadikan alasan untuk
menghabiskan waktu dengan tidur saja. Bahkan barangkali karenanya,
shalat lima waktu ada yang bolong padahal kualitas hadits ini adalah
DHO’IF
Hadits tersebut disebutkan oleh Imam
as-Suyuthiy di dalam kitabnya “al-Jami’ ash-Shaghir”, riwayat ad-Dailamy
di dalam Musnad al-Firdaus dari Anas. Imam al-Manawy memberikan
komentar dengan ucapannya : “Di dalamnya terdapat periwayat bernama
Muhammad bin Ahmad bin Sahl, Imam adz- Dzahaby berkata di dalam kitabnya
adh-Dhu’afa, ‘Ibnu ‘Ady berkata : “(dia) termasuk orang yang suka
memalsukan hadits.”
Menurut Syaikh al-Albany, hadits ini ada
jalan riwayat lain selain riwayat ini sehingga dengan demikian, hadits
ini bisa terselamatkan dari status MAUDHU’ tetapi tetap DHO’IF.
Syaikh al-Albany juga menyebutkan bahwa
Abdullah bin Ahmad di dalam kitabnya Zawa-`id az-Zuhd, hal. 303
meriwayatkan hadits tersebut dari ucapan Abi al-‘Aliyah secara mauquf
dengan tambahan: ما لم يغتب (selama dia tidak menggunjing/ghibah). Dan
sanad yang satu ini adalah Shahih, barangkali inilah asal hadits. Ia
Mauquf (yaitu hadits yang hanya diriwayatkan sampai kepada Shahabat)
lantas sebagian periwayat yang lemah keliru dengan menjadikannya Marfu’
(hadits yang sampai kepada Rasulullah). Wallahu a’lam. (Silsilah
al-Ahadits adl-Dlo’ifah wa al-Maudlu’ah, jld.II, karya Syaikh al-Albany,
no. 653, hal. 106).
Kesembilan, Hadits:
من أفطر يوما من رمضان في غير رخصة رخصها الله له لم يقض عنه صيام الدهر كله و إن صامه
Syaikh al-Albani mengatakan :
“ Hadits ini DHA’IF, dan telah
diisyaratkan oleh Imam Bukhari dengan perkataannya : “Disebutkan (
bentuk pasif, yang menunjukkan kelemahannya ). Juga dinilai dhaif oleh
Mundziri, Baghawi, Qurtubi, Dzahabi dan Dimyari sebagaimana yang dinukil
oleh Munawi juga dinilai dhai’if oleh Ibnu Hajar.
Bahkan Ibnu Hajar menyebutkan tiga ‘illat
hadits ( penyebab ditolaknya hadits ) ini, yaitu : Idhtirab (
kegoncangan hadits ), Jahalah ( ketidakjelasan rawi hadits ) dan
Inqitha’ (putusnya sanad hadits). Lihat Fathul Bari : ( 4/461 )
sumber : alsofwa.com